PERBEDAAN MUNAFIK & DISONANSI KOGNITIF || Hampir Serupa Tapi Tak Sama

(CIAMIS, 19/04/2022). Sebagian orang beranggapan bahwa munafik itu sama dengan disonansi kognitif. Bahkan teori disonansi kognitif yang dikembangkan oleh psikolog Amerika Leon Festinger berdasarkan eksperimen psikologis yang menghasilkan buku dengan judul “Teori Disonansi Kognitif” (Stanford, 1957) dianggap sebagai penelitian ilmiah tentang kemunafikan.
Hukum yang disimpulkan oleh Festinger dalam buku ini berbunyi: dua elemen pemikiran berada dalam hubungan yang tidak harmonis, jika salah satu dari mereka mengarah ke kontradiksi dengan yang lain, dan ini mendorong orang untuk berperilaku yang mengurangi disonansi.
Arti kata munafik menurut KBBI adalah sebagai berikut; berpura-pura percaya atau setia dan sebagainya kepada agama dan sebagainya, tetapi sebenarnya dalam hatinya tidak; suka (selalu) mengatakan sesuatu yang tidak sesuai dengan perbuatannya; orang yang berpura-pura percaya atau setia kepada agama, tetapi sebenarnya dalam hatinya tidak demikian.
Arti munafik menurut agama Islam adalah merujuk pada mereka yang berpura-pura mengikuti ajaran agama Islam, tetapi sebenarnya hati mereka memungkirinya.
Adapun ciri-ciri orang munafik adalah sebagai berikut:
1. Bersifat Dusta;
2. Suka Berkhianat;
3. Fujur atau melampui batas;
4. Suka Ingkar Janji;
5. Malas Beribadah;
6. Bersifat Riya;
7. Suka Berlebihan.
Apa yang dimaksud dengan Disonansi Kognitif ? Disonansi kognitif adalah perasaan tidak nyaman saat menghadapi dua nilai yang berbeda atau ketika melakukan hal yang tidak sesuai dengan kepercayaan yang dianut. Disonansi kognitif adalah situasi yang mengacu pada konflik mental, yang terjadi ketika keyakinan, sikap, dan perilaku seseorang tidak selaras.
Disonansi kognitif tidak terjadi secara otomatis. Artinya, tidak semua orang akan melakukan perubahan saat ada keyakinan dan perilaku yang berlawanan. Biasanya, seseorang harus menyadari bahwa ada perasaan tidak nyaman dalam dirinya akibat ketidakselarasan yang terjadi, sehingga kemudian melakukan perubahan-perubahan tersebut.
Adapun perasaan tidak nyaman ini bisa berupa kecemasan, malu, atau perasaan bersalah dan menyesal. Perasaan ini pun bisa memengaruhi perilaku, pikiran, keputusan, sikap, hingga kesehatan mental seseorang.
Berikut adalah beberapa tanda seseorang mengalami disonansi kognitif:
1. Merasa cemas sebelum melakukan sesuatu atau mengambil keputusan;
2. Mencoba membenarkan atau merasionalisasi keputusan atau tindakan yang telah Anda ambil;
3. Merasa malu akan tindakan yang Anda ambil atau kecenderungan untuk menyembunyikannya;
4. Merasa bersalah atau menyesal tentang sesuatu yang pernah Anda lakukan;
5. Menghindari percakapan tentang topik tertentu atau informasi baru yang bertentangan dengan keyakinan;
6. Melakukan sesuatu karena tekanan sosial meski itu bukan hal yang Anda inginkan;
7. Mengabaikan informasi yang menyebabkan disonansi
Dari pemaparan dan penjelasan diatas, maka dapat diketahui secara mencolok bahwa munafik dan disonansi kognitif tidaklah sama.
Munafik dilandasi oleh sikap kepura-puraan dengan tujuan untuk menutupi sikap mental yang sebenarnya. Orang munafik tidak menyesali atas apa yang dia lakukan, baik ketika berbohong, berkhianat, mengingkari janji maupun saat ia ria atau fujur.
Sementara Disonansi kognitif mengacu pada konflik mental yang terjadi ketika keyakinan, sikap, dan perilaku seseorang tidak selaras. Lebih spesifiknya adalah saat realitas yang terjadi bertentangan dengan tata nilai yang dia yakini.
Munculnya perasaan bersalah adalah perbedaan mencolok dari kedua kondisi mental ini.**
***Sumber : Berbagai sumber