Beranda / PONDOK PESANTREN NURUL FIRDAUS / SEJARAH SINGKAT PESANTREN || Berdasarkan Catatan Ahli Sejarah Indonesia

SEJARAH SINGKAT PESANTREN || Berdasarkan Catatan Ahli Sejarah Indonesia

SEJARAH SINGKAT PESANTREN || Berdasarkan Catatan Ahli Sejarah Indonesia

(CIAMIS, 06/04/2022). Pesantren identik dengan Kyai dan Santri, atau sebagian orang menyebutnya sebagi ‘Kaum Sarungan’. Ya, karena salah satu ciri para kyai dan santri adalah gemar memakai kain sarung.

Secara Etimologi Istilah pesantren berasal dari kata pe-santri-an, di mana kata “santri” berasal dari bahasa jawa , yaitu cantrik yang berarti murid padepokan, atau murid orang pandai dalam Bahasa Jawa. Semnetara istilah pondok berasal dari Bahasa Arab funduuq yang berarti penginapan.

Khusus di Aceh, pesantren disebut juga dengan nama dayah. Biasanya pesantren dipimpin oleh seorang kiai. Untuk mengatur kehidupan pondok pesantren, kiai menunjuk seorang santri senior untuk mengatur adik-adik kelasnya, mereka biasanya disebut lurah pondok. Tujuan para santri dipisahkan dari orang tua dan keluarga mereka adalah agar mereka belajar hidup mandiri dan sekaligus dapat meningkatkan hubungan dengan kiai dan juga Tuhan.

Pendapat lainnya, pesantren berasal dari kata santri yang dapat diartikan tempat santri. Kata santri berasal dari kata Cantrik (bahasa Sansakerta, atau mungkin Jawa) yang berarti orang yang selalu mengikuti guru, yang kemudian dikembangkan oleh Perguruan Taman Siswa dalam sistem asrama yang disebut Pawiyatan.

Istilah santri juga dalam ada dalam bahasa Tamil, yang berarti guru mengaji, sedang C. C Berg berpendapat bahwa istilah tersebut berasal dari istilah shastri, yang dalam bahasa India berarti orang yang tahu buku-buku suci agama Hindu atau seorang sarjana ahli kitab suci agama Hindu. Terkadang juga dianggap sebagai gabungan kata saint (manusia baik) dengan suku kata tra (suka menolong), sehingga kata pesantren dapat berarti tempat pendidikan manusia baik-baik.

Sebuah pondok pada dasarnya merupakan sebuah asrama pendidikan Islam tradisional di mana para siswanya (santri) tinggal bersama di bawah bimbingan seorang atau lebih guru yang lebih dikenal dengan kiai

Snouck Hurgronje, seorang Orientalis Belanda, menggambarkan keadaan pondok pada masa kolonial yaitu: “Pondok terdiri dari sebuah gedung berbentuk persegi, biasanya dibangun dari bambu, tetapi di desa-desa yang agak makmur tiangnya terdiri dari kayu dan batangnya juga terbuat dari kayu. Tangga pondok dihubungkan ke sumur oleh sederet batu-batu titian, sehingga santri yang kebanyakan tidak bersepatu itu dapat mencuci kakinya sebelum naik ke pondoknya.”

Masjid merupakan elemen yang tak dapat dipisahkan dengan pesantren dan dianggap sebagai tempat yang paling tepat untuk mendidik para santri, terutama dalam praktik ibadah lima waktu, khotbah dan salat Jumat dan pengajaran kitab-kitab Islam klasik.

Pengajaran kitab-kitab Islam klasik oleh pengasuh pondok, kiai atau ustaz, biasanya dengan menggunakan sistem sorogan, wetonan, dan bandongan. Adapun kitab-kitab Islam klasik yang diajarkan di pesantren menurut Zamakhsyari Dhofir dapat digolongkan ke dalam 8 kelompok, yaitu:

1. Nahwu (gramatika Bahasa Arab) dan Sharaf (morfologi)
2. Fiqih (hukum)
3. Ushul Fiqh (yurispundensi)
4. Hadits
5. Tafsir
6. Tauhid (teologi Islam)
7. Tasawuf dan Etika
8. cabang-cabang lain seperti Tarikh (sejarah) dan Balaghah (retorika)

Seiring perkembangan zaman, serta tuntutan masyarakat atas kebutuhan pendidikan Umum, kini banyak pesantren yang menyediakan menu pendidikan umum dalam pesantren. kemudian muncul istilah pesantren salaf dan pesantren modern. Pesantren salaf adalah pesantren yang murni mengajarkan pendidikan agama. Sedangkan Pesantren Modern menggunakan sistem pengajaran pendidikan umum, dengan sistem kelas dan kurikulum.

Sebab-sebab terjadinya modernisasi Pesantren di antaranya:
1. Munculnya wancana penolakan taqlid dengan kembali kepada Al-Quran dan Sunnah sebagai isu sentral yang mulai ditadaruskan sejak tahun 1900.
Maka sejak saat itu perdebatan antara kaum tua dengan kaum muda, atau kalangan reformis dengan kalangan ortodoks/konservatif, mulai mengemuka sebagai wancana public
2. Kian mengemukanya wacana perlawanan nasional atas kolonialisme belanda.
3. Terbitnya kesadaran kalangan Muslim untuk memperbaharui organisasi Islam mereka yang berkonsentrasi dalam aspek sosial ekonomi.
4. Dorongan kaum Muslim untuk memperbarui sistem pendidikan Islam.

Salah satu dari keempat faktor tersebut dalam pandangan Karel A. Steenbrink, yang sejatinya selalu menjadi sumber inspirasi para pembaharu Islam untuk melakukan perubahan Islam di Indonesia.**

Sumber : Wikipedia.org

Avatar Dr. Gumilar, S.Pd.,MM

Artikel menarik Lainnya