KEBENCIAN yang DIUMBAR SECARA VULGAR || Retno Triani Soekonjono ||
Psikolog

Merdeka!🇮🇩🇮🇩🇮🇩🇮🇩🇮🇩
(CIAMIS, 23/04/2022). Banyak fakta dalam kehidupan sehari-hari yang menunjukkan adanya Kebencian yang gagal untuk ditutupi. Bahkan banyak yang sengaja ditunjukkan secara vulgar…
Hitler membenci Bangsa Yahudi, ditunjukkan dengan pembantaian orang Yahudi secara besar-besaran.
Donald Trump menunjukkan kebencian secara nyata pada Imigran untuk memenangkan pemilihan presiden.
Kaum demonstran menunjukkan kebencian pada orang yang dibenci dengan orasi yang sarat dengan kata-kata yang menunjukkan kebencian.
Dari beberapa studi Psikologi, ditemukan adanya beberapa faktor yang mendasari sikap kebencian seseorang, diantaranya faktor Politik, Ekonomi, Sosial, Budaya, Agama dan Sejarah.
Sikap benci seperti Teori Sikap yang dipelajari dalam Ilmu psikologi selalu mengandung tiga aspek, yaitu :
1. Kognisi (pikiran)
2. Afeksi (perasaan)
3. Konasi (predisposisi perilaku)
Perlu adanya “arah” yang sama dari tiga aspek tersebut untuk membentuk sikap.
Contoh: Pikiran benci pada seseorang, diikuti oleh perasaan benci dan diteruskan dengan keinginan menunjukkan perilaku benci.
Namun Sikap tidak selalu bisa diwujudkan sebagai perilaku karena perlu adanya beberapa syarat untuk mewujudkannya yaitu : kemampuan individu yang memiliki sikap dan kesempatan untuk mewujudkan sikap tersebut.
Tindakan yang cenderung “kejam” yang ditunjukkan para pembenci yang semula hanya berupa sikap, bisa terwujud karena kemampuan mereka untuk mengabaikan moral yang seharusnya mendasari semua perilaku, dan kemampuan untuk merasakan penderitaan orang yang mereka benci secara sadar.
Empati tidak muncul dalam perilaku kebencian.
Sebagian orang atau kelompok yang memuntahkan kebencian yang tidak terkendali , seringkali kurang berprestasi dalam hidup.
Kegagalan menyebabkan rasa rendah diri dan frustrasi.
Oleh karena itu mereka akan mencari sesuatu atau obyek untuk disalahkan dan dibenci.
Secara bersamaan dalam upaya menaikkan harga diri yang rendah, mereka mencoba mencari perhatian melalui obyek yang dalam persepsi mereka diyakini sebagai “sosok yang berprestasi”, atau “organisasi yang sukses dan terkenal”.
Dengan demikian mereka ikut menjadi terkenal.
Ketika seseorang merasa membenci orang lain, mereka cenderung menghabiskan banyak waktu untuk memusatkan perhatian pada kemarahan, penghinaan, atau ketidaksukaan mereka terhadap orang tersebut.
Navarro et al menyimpulkan bahwa kesulitan dalam hidup dapat memicu dan meningkatkan kebencian serta kecemburuan.
Hal ini dapat dijelaskan dengan Teori Frustrasi -Agresi. Kesulitan dalam hidup menyebabkan munculnya frustrasi karena gagal mencapai tujuan.
Frustrasi yang berlangsung lama dan menumpuk menyebakan individu tertekan, selanjutnya individu akan mencari pelepasan dengan perilaku agresif baik verbal (kata-kata) maupun nonverbal (perbuatan) yang menggambarkan perasaan benci kepada siapa saja (orang) atau apa saja (benda mati).
Penelitian dalam ilmu Psikologi, menemukan bahwa orang yang membenci lebih kejam ketika mereka menjadi bagian dari kelompok atau organisasi.
Kebencian bisa berupa kejahatan masal, kerusuhan atau perilaku anarkhis lainnya.
Hal ini disebabkan karena Individu merasa memiliki perisai perlindungan dari grup itu sendiri atau “anonimitas” yang muncul ketika seseorang berada dalam suatu kelompok besar.
Banyak orang menyimpan kebencian, namun mereka tidak serta merta mau mengungkapkannya kepada publik secara terbuka
karena takut akan resiko berhadapan dengan etika sosial.
Yang lain menjadi bersemangat oleh kebencian dan mengungkapkan perasaan mereka melalui tindakan kekerasan .
“Kegelapan tidak bisa mengusir kegelapan; hanya cahaya yang bisa melakukannya. Kebencian tidak bisa mengusir kebencian; hanya cinta yang bisa melakukan itu”.
Martin Luther King, Jr.***