RATNAKU SAYANG || Part – 10 || KONPLIKASI PENYAKIT || Retno Triani Soekonjono ||
Psikolog
(CIAMIS, 05/02/2022). Surat Al-Anfal Ayat 28:
وَٱعْلَمُوٓا۟ أَنَّمَآ أَمْوَٰلُكُمْ وَأَوْلَٰدُكُمْ فِتْنَةٌ وَأَنَّ ٱللَّهَ عِندَهُۥٓ أَجْرٌ عَظِيمٌ Arab-Latin: Wa’lamū annamā amwālukum wa aulādukum fitnatuw wa annallāha ‘indahū ajrun ‘aẓīm Terjemah Arti: “Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar.
🏥 Masuk RSUD Tasikmalaya
Walaupun kondisi tenang, selama Ratna di pesantren Ciamis, HP saya selalu hidup sepanjang hari.
Pada hari Rabu, 19 Januari 2022, sore hari saya menerima telpon dari pemilik pesantren.
Beliau mengabarkan bahwa Ratna terlihat lemah, dan menanyakan apa perlu dimasukkan RS lagi.
Karena sudah sore saya mengatakan bila di sekitar Pesantren di Ciamis ada tenaga medis, mohon didatangkan kepesantren untuk memeriksa Ratna dan setelah itu menunggu hasil pemeriksaan.
Hasil pemeriksaan mengatakan Ratna sebaiknya diinfus.
Malam itu Ratna diinfus di Klinik dengan harapan sudah bugar kembali keesokan harinya.
Pada hari Kamis, 20 Januari 2022, pemilik pesantren menelpon saya dan mengatakan kondisi Ratna makin lemah.
Saya diberi 3 (Tiga) pilihan:
1. Membawa Ratna ke Jakarta,
2. Memasukkan Ratna ke RSUD Tasikmalaya,
3. Tetap di infus di klinik sekitar pesantren.
Mendengar bahwa Ratna makin lemah, saya berfikir keras mempertimbangkan tiga pilihan tadi.
Pilihan pertama dikirim ke Jakarta, perjalanan Ciamis-Jakarta memakan waktu sekitar 5 jam. Sesampai di Jakarta, Ratna harus langsung dimasukkan RS.
Berdasarkan pengalaman, memasukkan Ratna yang menderita Schizophrenia ke RS Umum di Jakarta, ternyata TIDAK MUDAH. Bisa bertele-tele dan Ratna pasti tambah lemah.
Pilihan kedua, Ratna dimasukkan ke RSUD Tasikmalaya yang akan menempuh waktu sekitar satu jam dari Ciamis. Saya yang akan ke Tasikmalaya hari itu juga.
Pilihan ketiga, Ratna tetap di infus di Klinik sekitar pesantren. Berdasarkan informasi kondisi Ratna makin lemah, maka sangat tidak mungkin untuk terus di pesantren.
Setelah memutuskan Ratna dibawa ke RSUD Tasikmalaya dan saya ke Tasik, saya coba telpon nenantu saya (isterinya Agam alm) untuk pinjam mobil dan sekaligus sopirnya. Saya tanya ART saya apakah dia bisa ikut ke Tasik untuk dua hari saja menemani saya, karena dia punya anak yang masih kls 3 SD. Ternyata dia bisa menemani saya. Alhamdulillah …
Saya telpon ke pemilik pesantren, mendapat informasi Ratna sudah di IGD RSUD Tasik, belum masuk kamar karena menunggu kamar yang kosong.
Sebagai ibu saya punya perasaan “khawatir” tentang kondisi Ratna. Saya belum tahu berapa hari dia akan dirawat.
Bagaimana bila Ratna tidak tertolong?
Oleh karena itu, saya minta pada menantu hari itu juga (Kamis) untuk mengurus ijin ke tempat pemakaman Karet Bivak (tempat Agam dimakamkan), karena bila terjadi sesuatu Ratna akan saya makamkan bersama Agam.
Tetapi setelah diurus, ternyata ada prosedur yang cukup panjang, dan tidak tahu berapa hari selesainya.
Karena kondisi yang belum jelas tersebut, saya memutuskan bila terjadi sesuatu pada Ratna entah kapan maka akan saya bawa pulang ke rumah dahulu, baru dipikirkan kemudian. Oleh karena itu saya harus memberi tahu tetangga akan beberapa kemungkinan tersebut, untuk ikut menyiapkan segala sesuatunya .
Saya akhirnya berangkat hari Kamis, jam 21.00 WIB malam hari, karena kesibukan sopir, dan diperkirakan sampai di Tasik Jum’at, jam 02.00 WIB dinihari, (perjalanan diperkirakan sekitar 5 jam dengan istirahat sebentar di rest area).
Kami hanya bertiga, saya, ART dan sopir.
Kecepatan mobil sesuai standar, dan tiba di Bandung jam 23.00 WIB (lewat tol). Istirahat sebentar dan perjalanan kemudian diteruskan ke arah Garut.
Namun setelah melewati Garut ternyata ada kemacetan, saya lihat di Google maps, macetnya cukup panjang. Tapi kami sabar menunggu.
Selama menunggu, saya telpon polres Garut, dan Tasik menanyakan penyebab kemacetan. Ternyata ada dua truk yang mengangkut Travo PLN yang cukup besar, dari arah Tasik menuju Bandung (berlawanan dg kami) yang jalannya sangat lambat. Hal ini membuat kemacetan yang sangat panjang dari dua arah.
Saya sempat bilang pada petugas yang menerima telpon saya di Polres, mengapa hal ini tidak diantisipasi sebelumnya. Dicarikan jalan alternatif bagi mobil pribadi, bis, dan truk agar tidak mengalami kemacetan.
Setelah tiga jam macet total tidak bergerak, saya minta pada sopir untuk mengikuti mobil travel menerobos kemacetan, tidak mengantri dengan tertib.
Saya hanya berfikir, kondisi anak saya yang sedang di IGD RSUD Tasik.
Karena keberanian sopir menerobos kemacetan akhirnya kami bisa sampai di Tasik sekitar jam 05.00-06.00 WIB, pagi hari Jum’at. Luar biasa Jakarta -Tasikmalaya yang seharusnya 5 (lima) jam karena macet jadi 8 (delapan) jam !!!
Sebagai manusia dan seorang ibu mengalami kondisi seperti itu tentu saja marah dan kesal, mengingat anak sedang sakit di RSUD Tasikmalaya.
Begitu sampai di RSUD Tasik Jum’at pagi, saya langsung masuk IGD mencari anak saya. Banyak pasien yang ada disitu, namun naluri keibuan saya bisa dengan cepat menemukan Ratna anak saya. Saya juga belum kenal dengan ibu yang menjaga Ratna
Begitu mendekat pada Ratna, saya panggil anak saya : “Adik, adik… ini mama sudah datang”.
Mendengar suara saya, Ratna yang semula tidur, membuka matanya dan menoleh kearah saya. Ratna melihat saya, ada alat untuk oksigen yang menutup mulutnya dan infus ditangannya.
Saya cium pipinya dan saya belai kepalanya, lalu saya berkata : “ Adik berobat dulu ya disini, nanti kalau sudah sembuh kita pulang ke Jakarta bersama-sama. Sekarang adik bobok dulu, istirahat..mama tunggui”. Ratna mengangguk pelan dan terus memejamkan matanya.. tidur. Sebetulnya saya mau menangis, hati ibu mana tidak sedih melihat anaknya terbaring lemah di RS.
Hal serupa selalu saya alami berkali-kali bila Ratna dirawat di RS. Namun kali ini beda… biasanya di Jakarta, sekarang di Tasikmakaya jauh dari rumah dan saudara.
Tetapi saya tahan air mata saya, setelah dia tidur saya pergi ke ruang dokter jaga. Saya tanya kondisinya, yang ternyata masih diobservasi. Gula darah rendah, tensi rendah tapi temperatur agak tinggi.
Setelah mendapat penjelasan, saya cari kamar untuk anak saya. Ternyata semua kamar VIP penuh, baik di gedung lama maupun baru. Adanya kamar kelas1 dan tinggal satu pula.
Kamar kelas 1 sesuai jatah BPJS Ratna, sekamar berdua. Saya langsung terima, tapi dalam hati saya tidak percaya. Setelah menyelesaikan administrasi saya bersama orang yang dari pesantren pergi ke ruang VIP yang ada di gedung lama. Jaraknya cukup jauh dari ruang admin, digedung yang berbeda, terletak ditingkat 2 dan tidak ada liftnya. Sampai disitu, ternyata kamar VIP penuh, saya coba merayu petugas tetapi tidak berhasil karena memang penuh.
Kemudian saya coba ke ruang VIP yang ada di gedung baru. Gedungnya bagus, modern dan ada liftnya. Saya naik ke tingkat tiga tempat ruang VIP, saya tanya petugas apa ada kamar kosong, ternyata penuh, kalau mau antri, saya antrian ke 6. Saya daftarkan nama Ratna untuk diantrikan.
Kemudian saya naik ke ruang kelas 1 dengan membawa surat-surat dari bagian admin. Saya tanya ke petugas apakah ada kamar untuk anak saya. Ternyata tinggal satu kamar berdua sesuai dengan fasilitas BPJS kelas 1. Saya diantar melihat kamarnya ternyata kondisinya bagus dan bersih, tetapi sudah ada pasien di tempat tidur sebelahnya, seorang ibu-ibu. Bagi saya tidak masalah, langsung saya nyatakan setuju dan minta surat yang menyatakan bahwa ruangan sudah siap menerima Ratna.
Saya turun kembali ke IGD, memberitahu bahwa kamar 408 di gedung baru sudah siap.
Karena masih jam 07.00 WIB, petugas mengatakan belum ada pemberitahuan dari ruang 408. Saya tunjukkan surat dari petugas ruang kelas satu dan saya minta untuk menelpon kesana.
Alasan lain muncul, belum ada yang mendorong tempat tidur dari IGD ke kamar 408 gedung baru. Saya bilang saya akan bantu dorong!
Ternyata ada petugas yang mendorong, dan Ratna langsung dipindah ke Ruang kelas satu Nomor 408.
Sampai di ruangan saya ajak Ratna untuk bicara, dan dia membuka matanya sedikit, terus tidur lagi. Ratna tampak tenang karena saya berjanji untuk terus menungguinya.
Saya tunggu sampai dokter penyakit dalam datang, dan setelah diperiksa dokter mengatakan kondisi jantungnya lemah dan kondisi yang lain sama seperti hasil di IGD.
Selang satu jam dokter syaraf datang dan memeriksa kondisi Ratna, dan mengatakan kesadarannya juga naik turun.
Semua akan diusahakan untuk normal kembali.
Saya minta bertemu dengan psikiater, karena ingin mengetahui apakah obat schizonya perlu diberikan. Setelah dihubungi, psikiater mengatakan obat Schizo belum perlu karena yang diutamakan adalah kondisi fisik Ratna.
Setelah mengetahui semua sudah ditangani dengan baik, saya turun telpon sopir saya dan keluar RSUD mencari hotel untuk mandi dan sholat.
Ratna dijaga oleh 2 orang, yaitu ART dan seorang ibu dari pesantren.
Hari sudah pukul 16.00 WIB, Jum’at, 21 Januari 2022.
Badan saya cukup lelah karena selama perjalanan tidak tidur, dilanjutkan dengan kegiatan mengurus kamar untuk Ratna.
Kondisi Ratna selanjutnya akan saya uraikan dalam tulisan saya berikutnya.***